Pada saat Raja Iskandar Dzul Qarnain pada tahun 322 S. M. berjalan di atas bumi menuju ke tepi bumi, Allah SWT mewakilkan seorang malaikat yang bernama Rofa’il untuk mendampingi Raja Iskandar Dzul Qarnain. Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang, Raja Iskandar Dzul Qarnain berkata kepada malaikat Rofa’il:
“Wahai malaikat Rofa’il ceritakan kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit ”,
malaikat Rofa’il berkata, “Ibadah para mailaikat di langit di antaranya ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya ”.
Kemudian raja berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku hidup bertahun-tahun dalam beribadah kepada Allah ”.
Lalu malaikat Rofa’il berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air bumi, namanya ‘Ainul Hayat’ yang berarti, sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminumnya seteguk, maka tidak akan mati sampai hari kiamat atau sehingga ia mohon kepada Allah agar supaya dimatikan ”.
Kemudianya raja bertanya kepada malaikat Rofa’il, “Apakah kau tahu tempat “Ainun Hayat itu?”.
mailaikat Rofa’il menjawab, “Bahwa sesungguhnya Ainun Hayat itu berada di bumi yang gelap ”.
Setelah raja mendengar keterangan dari malaikat Rofa’il tentang Ainul hayat, maka raja segera mengumpulkan ‘Alim Ulama’ pada zaman itu, dan raja bertanya kepada mereka tentang Ainul Hayat itu, tetapi mereka menjawab, “Kita tidak tahu khabarnya, namun seoarng yang alim di antara mereka menjawab, “ Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat nabi Adam AS, beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan Ainul Hayat di bumi yang gelap ”.
“Di manakah tempat bumi gelap itu?” tanya raja.
Seorang yang alim menjawab, “Di tempat keluarnya matahari”.
Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja bertanya kepada sahabatnya. “Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap ?”.
Para sahabat menjawab, “Kuda betina yang perawan”.
Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang perawan-perawan, lalu raja memilih-milih di antara tentaranya, sebanyak 6000 orang dipilih yang cendikiawan dan yang ahli mencambuk.
Di antara mereka adalah Nabi Khidir AS, bahkan beliau menjabat sebagai Perdana Menteri. Kemudian berjalanlah mereka dan Nabi Khidir AS berjalan di depan pasukannya dan mereka jumpai dalam perjalanan, bahwa tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat.
Kemudian mereka tidak berhenti-henti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun, sehingga sampai ditepi bumi yang gelap itu, ternyata gelapnya itu memancar seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam. Kemudian seorang yang sangat cendikiawan mencegah Raja masuk ke tempat gelap itu dan tentara-tentaranya, berkata ia kepada raja.
”Wahai Raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk tempat yang gelap ini karena tempat yang gelap ini berbahaya. ”
Lalu Raja berkata: ” Kita harus memasukinya, tidak boleh tidak.”
Kemudian ketika Raja hendak masuk, maka meraka semua membiarkannya. Kemudian Raja berkata kepada pasukannya: ”Diamlah, tunggulah kalian ditempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa datang pada kalian dalam masa 12 tahun itu, maka kedatanganku dan menunggu kalian termasuk baik, dan jika aku tidak datang sampai 12 tahun, maka pulanglah kembali ke negeri kalian”.
Kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il: ” Apabila kita melewati tempat yang gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita ?”.
“Tidak bisa kelihatan”,jawab malaikat Rofa’il,” akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara, jika merjan itu ke atas bumi, maka mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian maka kawan- kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian.”
Kemudian Raja Iskandar Dzul Qurnain masuk ke tempat yang gelap itu bersama sekelompok pasukannya, mereka berjalan di tempat yang gelap itu selama 18 hari tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam dan siang, tidak pernah melihat burung dan binatang liar, sedangkan raja berjalan dengan didampingi oleh Nabi Khidlir AS.
Di saat mereka berjalan, maka Allah SWT memberi wahyu keapda Nabi Khidlir AS, ”Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu ”.
Setelah Nabi Khidlir menerima wahyu tersebut, kemudian beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: “ Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang kepada kalian. ”
Kemudian beliau berjalan menuju ke sebelah kanan jurang, maka didapatilah oleh beliau sebuah Ainul Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi Khidlir AS turun dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya dan turun ke “Ainul Hayat” (sumber air kehidupan) tersebut, dan beliau terus mandi dan minum sumber air kehidupan tersebut, maka dirasakan oleh beliau airnya lebih manis daripada madu. Setelah beliau mandi dan minum Ainul hayat tersebut, kemudian beliau keluar dari tempat Ainul Hayat itu terus menemui Raja Iskandar Dzulkarnain, sedangkan raja tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Nabi Khidlir AS, tentang melihat Ainul Hayat dan mandi.
(Menurut riwayat yang diceritakan oleh Wahab bin Munabbah), dia berkata, bahwa Nabi Khidlir AS adalah anak dari bibi Raja Iskandar Dzul Qarnain. Dan raja Iskandar Dzulkarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu selama 40 hari, tiba-tiba tampak oleh Raja sinar seperti kilat, maka terlihat oleh Raja, bumi yang berpasir merah dan terdengar oleh raja suara gemercik di bawah kaki kuda, kemudian Raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il: “Gemercik ini adalah suara benda apabila seseorang mengambilnya, niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambilnya, niscaya ia akan menyesal juga. ”
Kemudian di antara pasukan ada yang membawanya namun sedikit, setelah mereka keluar dari tempat yang gelap itu, ternyata bahwa benda tersebut adalah yakut yang berwarna merah dan jambrut yang berwarna hijau, maka menyesallah pasukan yang mengambil itu karena mengambilnya hanya sedikit, demikianlah pula pasukan yang tidak mengambilnya, bahkan lebih menyesal. Diriwayatkan oleh Ats-tsa’Labi dari: Iman Ali Rodliayllohu ‘ anhu.
1. Cerita ini dikutib dari kitab “ Baidai’iz karangan Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas halaman 166 – 168. Penerbit: Usaha Keluarga s Semarang.
2. Cerita dari Kitab Nuzhatul Majalis Karangan Syeikh Abdul Rohman Ash-Shafuri.
Penerbit Darul Fikri Bairut Halaman 257 – 258.